Kamis, 29 Desember 2011

Tugas Softskill Psi. Lintas Budaya : Kebudayaan Jawa Tengah




Disusun Oleh       :   LAILATUL FAIZAH (15509489)
                               MUTIA FARIDA (15509805)
                               PANGESTIKA RAHADYANI (10509788)
                               YESSICA HERA PRATIWI (11509975)
                               TUTI SETIYAWATI (11509445)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
            Keunikan Jawa Tengah terletak pada budaya serta tradisi luhur dan estetis yang tetap terjaga, disertai dengan keramahan, jiwa kewirausahaan yang tangguh dan keterbukaan terhadap inovasi.
            Sejarah menunjukkan kedekatan hubungan antara orang Jawa dengan alam,            pegunungan, ngarai, dan pantai yang sangat mewarnai karakter budaya dan tradisi  Jawa Tengah dan tercermin pada kriya, olah seni dan mahakarya budaya yang penuh makna.
            Kreatifitas yang muncul dari tangan-tangan orang Jawa, merupakan bentuk            nyata dari cipta, rasa, dan karsa, yang terinspirasi dari makrokosmos yang merangkum          mikrokosmos.
            Kekuatan inspirasi jagat raya, olah kreatifitas dan etos kerja keras orang Jawa  menghasilkan antara lain Borobudur, Prambanan, Wayang, Gamelan, Topeng, Keris, dan Batik, yang menjadi warisan budaya dunia karena setiap artefak tersebut membawa serta kecantikan wujud dan kedalaman makna bagi kehidupan manusia secara universal.

1.2       Fenomena yang terjadi pada masyarakat
            Pada zaman sekarang masyarakat Jawa Tengah sebagian besar merantau ke kota-kota besar khususnya ibukota untuk mengadu nasib. Apakah masyarakat urban ini masih mengetahui dan mengikuti budaya asal mereka apa mereka sudah mulai meninggalkannya ?

1.3       Tujuan Penelitian
                        Tujuan penelitian ini adalah mengetahui jauh lebih dalam tentang kebudayaan        Jawa Tengah mulai dari tarian, alat musik , dan upacara adat.

1.4       Metode Penelitian
1.               Pendekatan Penelitian
            Pada penelitian ini kami ingin mengetahui lebih dalam tentang budaya Jawa Tengah. Sejarah budaya tersebut mulai ada, oleh karena itu kami melakukan pendekatan kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data yang kami gunakan adalah dengan teknik observasi dan wawancara.

2.               Subjek Penelitian
            Pada penelitian ini kami memilih subjek dengan menggunakan teknik secara sample. Subjek yang kami ambil adalah pria yang berusia 47 dan 57 tahun.
3.               Tahap – Tahap penelitian yang kami lakukan antara lain :
1.        Menentukan fenomena atau masalah yang akan diambil
1.               Mencari teori yang berhubungan dengan permasalahan
2.               Menentukan teknik pengumpulan subjek
3.               Menentukan lokasi pengambilan data
4.               Membuat  pedoman observasi dan wawancara
5.               Melakukan pengambilan data
6.               Analisis
4.               Teknik Kumpul Data
            Pada penelitian ini kami menggunakan teknik pengumpulan data khas penelitian kualitatif yaitu observasi dan wawancara. Adapun teknik observasi yang kami pilih adalah observasi non partisipan dimana dalam observasi ini kami hanya mengamati perilaku secara alamiah, tidak turun langsung ke dalam penelitian dan kehidupan subjek. Teknik wawancara yang kami gunakan adalah wawancara terstruktur dan terbuka, kami membuat pedoman wawancara singkat secara garis besar dan mewancarai subjek yang melakukan dengan menggunakan bahasa informal untuk dapat menggali lebih jauh.
5.               Alat Bantu Kumpul Data
            Dalam melakukan pengumpulan data kami menggunakan berbagai macam alat seperti alat tulis, dan alat perekam suara.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Tinjauan Pustaka
            Seni Budaya
1.      Gamelan Jawa
Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang, guna mendorong kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam Malakut)"Tombo Ati" adalah salah satu karya Sunan Bonang. Sampai saat ini tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam, juga pada pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya Keraton.
2.      Keris Jawa
Keris dikalangan masyarakat di jawa dilambangkan sebagai symbol “ Kejantanan “ dan terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka. Di kalender masyarakat jawa mengirabkan pusaka unggulan keraton merupakan kepercayaan terbesar pada hari satu suraKeris pusaka atau tombak pusaka merupakan unggulan itu keampuhannya bukan saja karena dibuat dari unsure besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsure batu meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara pembuatannya disertai dengan iringan doa kepada sang maha pencipta alam ( Allah SWT ) dengan duatu apaya spiritual oleh sang empu. Sehingga kekuatan spiritual sang maha pencipta alam itu pun dipercayai orang sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan menjadi ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu.


3.      KesenianTarian Jawa
                        Tarian merupakan bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini.Ternyata pada masa kerajaan dulu tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat tarian bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar, rumit, halus, dan simbolis.Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yang terdapat pada tari-tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan, dan di Bali ditambah dengan gerak mata.

                        Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah    bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Bedhaya Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan berlatarbelakang mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia) (Soedarsono, 1990). Tarian ini ditampilkan oleh sembilan penari wanita.
4.      Kesenian Wayang
1)      Wayang Kulit Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animism dan dynamisme. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang/Kediri. Sektar abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.
2)      Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan adalah jenis pertunjukan wayang kulit yang bernafas Banyumas. Lakon-lakon yang disajikan dalam pementasan tidak berbeda wayang kulit purwo, yaitu bersumber dari kitab Mahabarata dan Ramayana. Spesifikasi wayang kulit gagrag Banyumasan adalah terletak pada tehnik pembawaannya yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat setempat yang memilik pola kehidupan tradisional agraris.
3)      Wayang Bocah
Berbagai macam pertunjukan kesenian yang anda lihat di Solo belum lengkap rasanya sebelum melihat bertunjukan wayang bocah biasanya pernain wayang adalah orang dewasa namun seperti namanya, wayang ini dimainkan anak anak atau dalam bahasa jawa disebut bocah. Meskipun demikian kepiawaian mereka bermain tak kalah dengan wayang orang yang dimainkan orang dewasa. Bahkan selain melihat pertunjukannya. , juga dapat melihat latihannya dengan mengunjungi sanggar tari Wayang Bocah Suryo Sumirat di Mangkunegaran atau Meta Budaya di Kampung Baluwarti.
4)      Wayang Orang Sriwedari
Wayang Orang berkembang sejak abad XVIII. Diilhami dari drama yang telah berkembang di Eropa, KGPAA Mangkunegoro I di Surakarta menciptakan Wayang Orang, bnamuiuntidak berkembang lama. pada saat Paku Buwono X membangun Sriwedari sebagai taman hiburan untuk umum dan diresmikan pada tahun 1899, diadakan pertunjukan Wayang Orang yang kemudian hidup sampai sekarang. Wayang Orang Sriwedari telah berjasa besar ikut serta melestarikan kebudayaan bangsa,yaitu seni wayang orang, seni tari, seni busana, seni suara serta seni karawitan.
5)      Wayang Golek Menak
Dijaman penyiaran agama Islam masuk ke wilayah Pulau Jawa khususnya diwilayah Pantura Pulau Jawa mengalami hambatan ‑terutama diwilayah Kota Pemalang sebagian masyarakat banyak yang menganut agama Hindu. Karena daerah Pemalang merupakan tanah perdikan dari Kerajaan Majapahit.
Untuk dapat mempengaruhi ajaran‑ajaran Islam para sunan wali dan ulama syiar dengan menggunakan wayang sebagai medianya. Di Kabupaten Pemalang ada beberapa jenis wayang yang tumbuh dan subur diantaranya : wayang kulit, wayang kemprah, wayang tutur, wayang golek cepak, wayang golek badong, wayang golek menak.
Diantara wayang yang kami sebutkan di atas wayang kulit dan wayang golek menak yang mendapat hati di masyarakat. Untuk itu, kami mengangkat wayang golek menak sebagai kesenian unggulanBentuk wayang tak ubahnya dengan wayang golek di daerah kami, terbuat dari kayu, dengan wajah tiga dimensi yang menggambarkan tokoh ‑ tokoh pada masa dahulu yang bersumber dari tokoh legenda dan tokoh islam.
Cerita mengambil dari dua sumber, bisa menceritakan ajaran ‑ ajaran Islam dan cerita ‑cerita daerah setempat , tinggal menurut apa keinginan masyarakat atau kehendak yang punya hajat ataupun panitia.
Ke Khasan Wayang Golek MenakCerita daerah setempat dengan cerita yang tidak dimiliki daerah lain.Gending. Gending iringan adaiah gending cengkok khusus daerah setempat Pernalangan Yang tidak di ajarkan di pawiyatan seperti iringan wayang kulit misainya.Sastra dan Sabet. Sastra kadang muncul dengan khas wayang golek menak serta sabet atau gerak Wayang golek.
.
5.      Produk Khas
1)      Batik (Batik of Central Java) Salah satu jenis produk sandang yang berkembang pesat di Jawa tengah sejak beberapa dekade, bahkan beberapa abad yang lalu, adalah kerajinan batik. Sebagian besar masyarakat Indonesia telah mengenal batik baik dalam coraknya yang tradisional maupun yang modern. Pada umumnya batik digunakan untuk kain jarik, kemeja, sprey, taplak meja, dan busana wanita. Mengingat bahwa jenis produk ini amat dipengaruhi oleh selera konsumen dan perubahan waktu maupun model, maka perkembangan industri batik di Jawa Tengah juga mengalami perkembangan yang cepat baik menyangkut rancangan, penampilan, corak dan kegunaannya, disesuaikan dengan permintaan dan kebutuhan pasar baik dalam maupun luar negeri. Tradisonal secara historis berasal dari zaman nenek moyang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik di Jawa Tengah mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini. Corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri. Sentra produksi batik di Jawa Tengah banyak dijumpai di Kabupaten PekalonganKota PekalonganKota Surakarta, dan Kabupaten Sragen. Dari sisi permintaan dan keunikan produk, peluang usaha di bidang industri batik masih terbuka luas dan sangat menguntungkan. Pemasaran batik selain untuk konsumsi lokal juga telah menembus pasar Eropa dan Amerika.
2)      Mebel Ukir
Salah satu produk kayu olahan yang pertumbuhannya amat pesat dalam beberapa dekade terakhir ini adalah produk mebel dan furniture. Berawal dari pekerjaan rumah tangga, produk mebel kini telah menjadi industri yang cukup besar dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terdidik yang tidak sedikit. Produk jenis ini secara prinsip dibagi dalam dua kategori yaitu mebel untuk taman (garden) dan interior dalam rumah (indoor).
Mebel dari Jawa Tengah ( furniture from Central Java )sudah terkenal sejak lama baik karena kualitas, seni maupun harganya yang kompetitif. Banyak konsumen baik dalam maupun luar negeri yang memesan furniture antik, yang walaupun dibuat baru, namun diproses seolah-olah merupakan produk kuno (antik). Ada pula produk furniture yang dibuat dari bonggol (tonggak) pohon yang dengan sentuhan-sentuhan seni berubah menjadi produk furniture yang sangat menarik dan memiliki nilai jual tinggi. Sedangkan corak dan gaya fungsional dan modern juga berkembang pesat bersamaan meningkatnya permintaan untuk kebutuhan perkantoran dan hotel yang pembangunannya tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir ini, baik di dalam maupun luar negeri.
Produk furniture, khususnya ukiran dikembangkan oleh para pengrajin Jawa Tengah berdasarkan keterampilan mengukir yang diwariskan oleh para leluhurnya. Disamping itu, di Kota Semarang terdapat sekolah kejuruan yang mengkhususkan diri di bidang design dan teknik perkayuan (PIKA) yang menghasilkan lulusan yang memiliki keahlian tinggi. Para luklusan PIKA tersebut telah ikut menjadi tulang punggung industri permebelan di Jawa Tengah hingga mampu menghasilkan produk berkualitas dan memiliki daya saing tinggi yang tidak kalah dengan produk luar negeri.
Produksi mebel Jawa Tengah berkembang dan tumbuh pesat seiring dengan permintaan yang meningkat dari dalam maupun luar negeri, baik desain, konstruksi, corak maupun pewarnaannya. Sebagian bahannya terbuat dari kayu, dan saat ini makin bervariasi karena bahan bakunya tidak lagi semata-mata kayu jati tetapi juga mulai banyak menggunakan kayu mahoni dan jenis lainnya, serta bahan logam.
Sentra-sentra produksi mebel di Jawa Tengah tersebar di Kota SemarangKabupaten JeparaKabupaten KlatenKabupaten SukoharjoKabupaten Kudus, Kabupaten Rembang, Kabupaten BloraBatangSragen. Investasi di produk ini masih terbuka dengan persaingan yang cukup ketat.

3)      Rokok
Rokok sigaret kretek merupakan salah satu produk Jawa Tengah yang cukup dikenal luas. terdapat berbagai tipe dan merk rokok sigaret kretek yang dihasilkan, baik oleh pengusaha yang dikategorikan sebagai K-1000 (memproduksi rokok di bawah 1000 batang per hari) hingga yang merupakan pabrikan modern dan besar seperti Jarum, Jambu Bol, Sukun, Tapel Kuda, dan lain-lain.
Rokok sigaret kretek merupakan slaah satu jenis produk rokok yang dihasilkan melalui proses pencampuran antara rajangan tembakau, cengkeh, dan diolah dengan campuran aroma tertentu yang menimbulkan rasa dan kenikmatan khas. beberapa jenis rokok K-1000 menambahkan bahan baku lain seperti kemenyan dan dibungkus dengan daun tertentu. Bahan baku utama yaitu tembakau umumnya berasal dari Jawa Tengah sendiri yakni dari Kabupaten Wonosobo, Temanggung, Kendal, Boyolali, dan Batang.
Sentra produksi rokok tersebar di Kota SemarangKabupaten SemarangKota Surakarta, Kabupaten Surakarta, Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Karanganyar. Sedangkan pasarnya tidak hanya dalam negeri tetapi juga luar negeri, khususnya ASEAN.

6.      Tradisi Upacara Adat
1.      Upacara adat Tingkepan atau Mintoni sendiri merupakan sebuah upacara adat yang dilaksanakan untuk memperingati kehamilan pertama ketika kandungan sang ibu hamil tersebut memasuki bulan ke tiga, lima dan puncaknya ke tujuh bulan. Adapun maksud dan tujuan dari digelarnya upacara adat ini adalah untuk mensucikan calon ibu berserta bayi yang di kandungnya, agar selalu sehat segar bugar dalam menanti kelahirannya yang akan datang.
Kronologi singkat dari upacara tingkepan ini sendiri adalah menggelar selametan pada bulan ketiga, lima dan kemudian puncaknya adalah pada bulan ke tujuh sang ibu hamil pun menggelar sebuah prosesi upacara berupa memandikan atau mensucikan calon ibu berserta bayi yang di kandung, agar kelak segar bugar dan selamat dalam menghadapi kelahirannya.
a.       Pertama-tama sang calon ayah dan calon ibu yang akan melakukan upacara Tingkepan duduk untuk menemui tamu undangan yang hadir untuk menyaksikan upacara Tingkepan ini di ruang tamu atau ruang lain yang cukup luas untuk menampung para undangan yang hadir. Setelah semua undangan hadir maka barulah kemudian sang calon ibu dan ayah inipun di bawa keluar untuk melakukan ritual pembuka dari acara tingkepan itu sendiri yakni sungkeman. Sungkeman adalah sebuah prosesi meminta maaf dan meminta restu dengan cara mencium tangan sambil berlutut. Kedua calon ayah dan calon ibu dengan diapit oleh kerabat dekat diantarkan sungkem kepada eyang, bapak dan ibu dari pihak pria, kepada bapak dan ibu dari pihak puteri untuk memohon doa restu. Baru kemudian bersalaman dengan para tamu lainnya.
b.      Setelah acara sungkeman selesai barulah kemudian digelar upacara inti yakni memandikan si calon ibu setelah sebelumnya peralatan upacara tersebut telah dipersiapkan. Alat-alat dan bahan dalam upacara memandikan ini sendiri adalah antara lain bak mandi yang dihias dengan janur sedemikian rupa hingga kelihatan semarak, alas duduk yang terdiri dari klosobongko, daun lima macam antara lain, daun kluwih, daun alang-alang, daun opo-opo, daun dadapserat dan daun nanas. Jajan pasar yang terdiri dari pisang raja, makanan kecil, polo wijo dan polo kependem, tumpeng rombyong yang terdiri dari nasi putih dengan lauk pauknya dan sayuran mentah. Baki berisi busana untuk ganti, antara lain kain sidoluhur; bahan kurasi; kain lurik yuyu sukandang dan morikputih satu potong; bunga telon yang terdiri dari mawar, melati dan kenanga; cengkir gading dan parang serta beberapa kain dan handuk.
c.       Setelah semua bahan lengkap tersedia maka barulah kemudian si calon ibu pun di mandikan. Pertama-tama yang mendapat giliran memandikan biasanya adalah nenek dari pihak pria, nenek dari pihak wanita, dan kemudian barulah secara bergiliran ibu dari pihak pria, ibu dari pihak wanita, para penisepuh yang seluruhnya berjumlah tujuh orang dan kesemuanya dilakukan oleh ibu-ibu. Disamping memandikan, para nenek dan ibu-ibu ini pun diharuskan untuk memberikan doa dan restunya agar kelak calon bayi yang akan dilahirkan dimudahkan keluarnya, memiliki organ tubuh yang sempurna (tidak cacat), dan sebagainya.
d.      Sementara itu, ketika calon ibu dimandikan maka yang dilakukan oleh calon ayah berbeda lagi yakni mempersiapkan diri untuk memecah cengkir (kelapa muda) dengan parang yang telah diberi berbagai hiasan dari janur kelapa. Proses memecah cengkir ini sendiri hanya sekali ayun dan harus langsung terbelah menjadi dua bagian. Maksud dari hanya sekali ayun dan harus langsung terbelah ini sendiri adalah agar kelak ketika istrinya melahirkan sang anak tidak mengalami terlalu banyak kesulitan. Setelah semua upacara itu terlewati, langkah selanjutnya adalah sang calon ayah dan calon ibu yang telah melakukan upacara tersebut pun diiring untuk kembali masuk kamar dan mengganti pakaian untuk kemudian bersiap melakukan upacara selanjutnya yakni memotong janur. Prosesi memotong janur ini sendiri adalah pertama-tama janur yang telah diambil lidinya itu dilingkarkan ke pinggang si calon ibu untuk kemudian dipotong oleh si calon ayah dengan menggunakan keris yang telah dimantrai. Proses memotong ini sama seperti halnya ketika memecah cengkir, sang calon ayah harus memotong putus pada kesempatan pertama.
e.       Setelah selesainya upacara memotong janur ini pun kemudian dilanjutkan dengan upacara berikutnya yakni upacara brojolon atau pelepasan. Upacara brojolan ini sendiri adalah sebuah upacara yang dilakukan oleh calon ibu sebagai semacam simulasi kelahiran. Dalamupacara ini pada kain yang dipakai oleh calon ibu dimasukkan cengkir gading yang bergambar tokoh pewayangan yakni Batara Kamajaya dan Batari Kamaratih. Tugas memasukkan cengkir dilakukan oleh ibu dari pihak wanita dan ibu dari pihak pria bertugas untuk menangkap cengkir tersebut di bawah (antara kaki calon ibu). Ketika cengkir itu berhasil ditangkap maka sang ibu itu pun harus berucap yang jika dibahasa Indonesiakan berbunyi, “Pria ataupun wanita tak masalah. Kalau pria, hendaknya tampan seperti Batara Kamajaya dan kalau putri haruslah cantik layaknya Batari Kamaratih.” Kemudian seperti halnya bayi sungguhan, cengkir yang tadi ditangkap oleh ibu dari pihak pria ini pun di bawa ke kamar untuk ditidurkan di kasur.
f.       Langkah berikutnya yang harus dilakukan oleh calon ibu ini pun harus memakai tujuh perangkat pakaian yang sebelumnya telah disiapkan. Kain-kain tersebut adalah kain khusus dengan motif tertentu yaitu kain wahyutumurun, kain sidomulyo, kain sidoasih, kain sidoluhur, kain satriowibowo, kain sidodrajat, kain tumbarpecah dan kemben liwatan. Pertama, calon ibu mengenakan kain wahyutumurun, yang maksudnya agar mendapatkan wahyu atau rido yang diturunkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa. Kedua, calon ibu mengenakan kain sidomulyo, yang maksudnya agar kelak hidupnya mendapatkan kemuliaan. Ketiga, calon ibu mengenakan kain sidoasih, maksudnya agar kelak mendapatkan kasih sayang orang tua, maupun sanak saudara. Keempat, calon ibu mengenakan busana kain sidoluhur, maksud yang terkandung di dalamnya agar kelak dapat menjadi orang yang berbudi luhur. Kelima, calon ibu mengenakan kain satriowibowo, maksudnya agar kelak dapat menjadi satria yang berwibawa. Keenam, calon ibu mengenakan busana kain sidodrajat, terkandung maksud agar kelak bayi yang akan lahir memperoleh pangkat dan derajat yang baik. Ketujuh, calon ibu mengenakan busana kain tumbarpecah dan kemben liwatan yang dimaksudkan agar besok kalau melahirkan depat cepat dan mudah seperti pecahnya ketumbar, sedangkan kemben liwatan diartikan agar kelak dapat menahan rasa sakit pada waktu melahirkan dan segala kerisauan dapat dilalui dengan selamat. Sambil mengenakan kain-kain itu, ibu-ibu yang bertugas merakit busana bercekap-cakap dengan tamu-tamu lainnya tentang pantas dan tidaknya kain yang dikenakan oleh calon ibu. Kain-kain yang telah dipakai itu tentu saja berserakan dilantai dan karena proses pergantiannya hanya dipelorotkan saja maka kain-kain tersebutpun bertumpuk dengan posisi melingkar layaknya sarang ayam ketika bertelur. Dengan tanpa dirapikan terlebih dahulu kain-kain tersebut kemudian dibawa ke kamar.
g.      Prosesi selanjutnya sekaligus sebagai penutup dari rangkaian prosesi upacara tersebut adalah calon ayah dengan menggunakan busana kain sidomukti, beskap, sabuk bangun tulap dan belankon warna bangun tulip, dan calon ibu dengan mengenakan kain sidomukti kebaya hijau dan kemben banguntulap keluar menuju ruang tengahdimana para tamu berkumpul. Di sini sebagai acara penutup sebelum makan bersama para tamu, terlebih dahulu dilakukan pembacaan doa dengan dipimpin oleh sesepuh untuk kemudian ayah dari pihak pria pun memotong tumpeng untuk diberikan kepada calon bapak dan calon ibu untuk dimakan bersama-sama. Tujuan dari makan timpeng bersama ini sendiri adalah agar kelak anak yang akan lahir dapat rukun pula seperti orang tuanya. Pada waktu makan ditambah lauk burung kepodang dan ikan lele yang sudah digoreng. Maksudnya agar kelak anak yang akan lahir berkulit kuning dan tampan seperti burung kepodang. Sedangkan ikan lele demaksudkan agar kelak kalau lahir putri kepala bagian belakang rata, supaya kalau dipasang sanggul dapat menempel dengan baik. Usai makan bersama, acara dilanjutkan upacara penjualan rujak untuk para tamu sekaligus merupakan akhir dari seluruh acara tingkepan atau mitoni. Sambil bepamitan, para tamu pulang degan dibekali oleh-oleh, berupa nasi kuning yang ditempatkan di dalam takir pontang dan dialasi dengan layah. Layah adalah piring yang terbuat dari tanah liat. Sedangkan, takir pontang terbuat dari daun pisang dan janur kuning yang ditutup kertas dan diselipi jarum berwarna kuning keemasan.


2.      Upacara Pernikahan Adat Jawa Tengah
Sebelum melaksanakan upacara adat perkawinan, yang pertama kali harus dilakukan adalah memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa agar acara dapat berlangsung dengan baik dari awal sampai akhir.
Masyarakat Jawa Tengah dan sekitarnya akrab dengan budaya leluhur, bila akan melaksanakan sebuah hajatan, biasanya tak akan lupa menyediakan sesajen di berbagai tempat tertentu, khususnya di sekitar rumah.
Prosesi Upacara Pernikahan Adat Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
a.      Bersih Lahir Batin
Sebelum kedua mempelai terikat perkawinan, Sebelum pesta perkawinan tradisonal ini dilangsungkan, keduanya harus dibersihkan terlebih dahulu baik lahir maupun batin. Tujuannya agar kedua calon mempelai benar-benar bersih dari segala hal dan siap menyongsong status sebagai suami istri dalam keadaan bersih. 
b.      Midodareni
Midodareni adalah acara perkenalan dan silaturahmi antar keluarga. Dari pihak pria dilakukan oleh sesepuh dan keluarga dekat pengantin pria. Selain itu wakil orang tua pengantin pria juga dibekali dengan bingkisan balasan sebagai tanda kasih sayang dari keluarga pengantin wanita.Prosesi midodareni ini adalah awal dari rangkaian pesta pernikahan tradisonal yang biasa dilakukan di Jawa.
c.       Upacara Injak Telur
Selanjutnya, Upacara dan Pesta Pernikahan Tradisional ini dilanjutkan dengan Upacara Injak Telur. Acara ini mengandung harapan bagi pengantin wanita untuk segera mempunyai keturunan, karena injak telur ini identik dengan pecah wiji dadi. Telur ini juga mempunyai makna sebagai keturunan yang akan lahir sebagai cinta kasih berdua. Kemudian dilanjutkan mencuci kaki pengantin pria yang dilakukan oleh pengantin wanita yang melambangkan kesetiaan istri pada suaminya.
d.      Sikepan Sindur
Setelah acara injak telur selesai dilanjutkan dengan sikepan sindur yang dilakukan oleh ibu pengantin wanita. Sindur ini akan dibentangan pada kedua bahu mempelai. Adapun makna upacara ini mengandung harapan bahwa dengan sinfur tersebut kelak keduanya akan semakin erat karena dipersatukan dengan ibunda.
Sedangkan tugas ayah sebagai kepala rumah tangga berjalan di muka sebagai pemandu anak mengikuti langkah terbaik dalam hidup yang akan dijalani. Sang ayah bertugas sebagai penunjuk jalan kehidupan di masa depan dan hal ini perlu dijadikan contoh bagi pasangan baru.
e.       Acara Pangkuan
Acara pangkuan disebut juga dengan istilah timbang bobot. Pada acara ini pengantin pria duduk di paha sebelah kanan dan pengantin wanita duduk di paha sebelah kiri sang ayah pengantin wanita, yang kemudian ditanya oleh sang ibu mana yang lebih berat dan dijawab sama berat.
Pada saat ini sang ayah seakan-akan sedang menimbang keduanya yaitu antara anak kandung dan menantu. Maknanya adalah bila kedua mempelai sudah mempunyai keturunan akan memiliki kasih sayang kepada putra-putrinya sebagaimana layaknya sang ayah memiliki kasih sayang yang sama antara anak kandung dan anak menantu.
f.       Kacar-Kucur
Tahap upacara panggih adalah kacar-kucur. Acara ini melambangkan kesejahteraan dan tugas mencari nafkah dalam kehidupan berumah tangga yang dilakukan dalam bentuk biji-bijian, beras kuning, uang recehan yang semuanya diberikan kepada ibu. Begitu berat tugas suami dalam mencari nafkah, begitu juga istri dalam mengelolanya. Meski begitu mereka tetap ingat kepada orang tua mengingat perannya yang sangat besar dalam kehidupan seseorang.
g.      Dahar Klimah | Dulang-dulangan
Acara selanjutnya adalah dahar klimah atau dulang-dulangan. Acara ini cukup menarik dan seru karena kedua mempelai saling menyuapi yang dilakukan sebanyak tiga kali dan dilanjutkan dengan minum air putih.
Proses ini sebenarnya mengandung harapan agar kedua mempelai senantiasa rukun, saling tolong menolong serta sepenanggungan dalam menempuh hidup baru. Selain itu juga mengandung makna sebagai ungkapan saling mencintai dan saling memperhatikan pada pasangan.
h.      Titik Pitik
Setelah dahar klimah, upacara titik pitik pun dilaksanakan. Yaitu saat besan datang untuk menyaksikan upacara sakral tersebut. Dengan hadirnya besan berarti keluarga semakin berambah besar dan menjadi satu kesatuan yang kuat sebagai keluarga.
i.        Ngabekten | Sungkeman
Ngabekten biasa disebut dengan istilah sungkeman atau menyembah. Sungkeman pertama ditujukan kepada orang tua yang diteruskan kepada para sesepuh lainnya seperti nenek, kakek dan sebagainya.
Sungkeman ini dilakukan dengan penuh takzim dan membuat suasana haru, karena pasangan muda ini sangat awam dalam menghadapi persoalan kehidupan rumah tangga. Padahal sejak itu mereka harus melangkah sendiri dan akan menjadi orang tua bagi anak-anaknya kelak. Oleh sebab itulah bekal berupa doa restu merupakan hal yang sangat penting dan ditunggu-tunggu oleh pasangan pengantin.
Prosesi prosesi tersebut diatas biasanya ada yang dilakukan secara utuh artinya semua kegiatan upacara pernikahan adat tersebut dilaksanakan semua, ada pula yang melaksanakan hanya beberapa bagian dari prosesi tersebut diatas.
Semua prosesi tadi biasanya dilakukan sebelum pesta perkawinan atau bersamaan dengan pesta pernikahan yang biasanya menggunakan pesta pernikahan tradisional juga.
3.      Tedhak Siten (Ritual Turun Tanah)
Tedhak artinya turun atau menapakkan kaki, Siten dari kata siti artinya tanah ataubumi. Jadi tedhak siten berarti menapakkan kaki kebumi.Ritual tedhak siten      menggambarkan persiapan seorang anak untuk menjalani kehidupan yang benar dan sukses dimasa mendatang, dengan berkah Gusti, Tuhan dan bimbingan orang tua dan para guru dari sejak masa kanak-kanak.
Upacara tedhak siten juga punya makna kedekatan anak manusia kepada IbuPertiwi, tanah airnya.
            Dengan menjalani kehidupan yang baik dan benar dibumi ini dan sekaligus tetap merawat dan menyayangi bumi, maka kehidupan didunia terasa nyaman dan menyenangkan. Ini untuk mengingatkan bahwa bumi atau tanah telah memberikan banyak hal untuk menunjang kehidupan manusia. Tanpa ada bumi, sulit dibayangkan bagaimana eksistensi kehidupan manusia, sang suksma yang berbadan halus dan kasar.
            Manusia wajib bersyukur kepada Gusti, Tuhan , diberikan kehidupan yang memadai dibumi yang alamnya sangat kondusif, memungkinkan mahluk manusia dan mahluk-mahluk yang lain bermukim disini. Inilah kesempatan untuk berbuat yang sebaik- baiknya, berkarya nyata, tidak hanya untuk diri sendiri dan keluarganya, tetapi untuk peradaban seluruh umat manusia, yang semuanya adalah titah Gusti dan asal muasalnya dari tempat yang sama.
            Hendaknya diingat bahwa tanah adalah salah satu elemen badan manusia dan yang tak terpisahkan dengan elemen-elemen yang lain, yaitu air, udara dan api, yang mendukung kiprah kehidupan suksma didunia ini, atas kehendak Gusti.
Kapan diadakan upacara tedhak siten?
Pada waktu seorang anak kecil berumur tujuh selapan atau 245 hari. .Selapan merupakan kombinasi hari tujuh menurut kalender internasional dan hari lima sesuai  kalender Jawa.Oleh karena itu selapanan terjadi setiap 35 hari sekali. Bisa jatuh hari Senin Legi, Selasa Paing dst.
            Biasanya pelaksanaan upacara tedhak siten diadakan pagi hari dihalaman depan rumah.Selain kedua orang tua bocah, kakek nenek dan para pinisepuh merupakan tamu terhormat, disamping tentunya diundang juga para saudara dekat.
            Seperti pada setiap upacara tradisional, mesti dilengkapi dengan sesaji yang sesuai.Bermacam sesaji yang ditata rapi, seperti beberapa macam bunga, herbal dan hasil bumi yang dirangkai cantik, menambah sakral dan marak suasana ritual.
            Sesaji itu bukan takhayul, tetapi intinya bila diurai merupakan sebuah doa permohonan kepada Gusti, Tuhan, supaya upacara berjalan dengan selamat dan lancar. Juga  tujuan dari ritual tercapai, mendapatkan berkah Gusti. 


Jalannya upacara

            Pertama : Anak dituntun untuk berjalan maju dan menginjak bubur tujuh warna yang terbuat dari beras ketan.Warna-warna itu adalah : merah, putih, oranye, kuning, hijau, biru dan ungu.
            Ini perlambang , anak mampu melewati berbagai rintangan dalam hidupnya. Strata kesadarannya juga selalu meningkat lebih tinggi. Dimulai dari kehidupan duniawi, untuk menunjang dan mengembangkan diri, terpenuhi kebutuhan raganya, kehidupan materinya cukup, raganya sehat, banyak keinginannya terpenuhi. Seiring pertumbuhan lahir, keperluan batin  meningkat ke kesadaran spiritual .
            Kedua : Anak dituntun menaiki tangga yang terbuat dari batang tebu Arjuna, lalu turun lagi. Tebu merupakan akronim dari antebing kalbu, mantapnya kalbu, dengan tekad hati yang mantap.
            Tebu Arjuna melambangkan supaya si anak bersikap seperti Arjuna, seorang yang berwatak satria dan bertanggung jawab. Selalu berbuat baik dan benar, membantu sesama dan kaum lemah, membela kebenaran, berbakti demi bangsa dan negara.
            Ketiga : Turun dari tangga tebu, si anak  dituntun untuk berjalan dionggokan pasir. Disitu dia mengkais pasir dengan kakinya, bahasa Jawanya ceker-ceker, yang  arti kiasannya adalah mencari makan. Maksudnya si anak setelah dewasa akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
            Keempat : Si bocah dimasukkan kedalam sebuah kurungan yang dihias apik, didalamnya terdapat berbagai benda seperti : buku, perhiasan, telpon genggam dlsb. Dibiarkan bocah itu akan  memegang barang apa. Misalnya dia memegang buku, mungkin satu hari dia mau jadi ilmuwan. Pegang telpon genggam, dia bisa jadi tehnisi atau ahli komunikasi.
            Kurungan merupakan perlambang dunia nyata, jadi si anak memasuki dunia nyata dan dalam kehidupannya dia akan dipenuhi kebutuhannya melalui pekerjaan/aktivitas yang telah dipilihnya secara intuitif sejak kecil.
            Kelima : Ayah dan kakek si bocah menyebar udik-udik, yaitu uang logam dicampur berbagai macam bunga. Maksudnya si anak sewaktu dewasa menjadi orang yang      dermawan, suka menolong orang lain. Karena suka menberi, baik hati, dia juga akan mudah mendapatkan rejeki. Ada juga  ibu si anak mengembannya, sambil ikut menyebarkan udik-udik.
            Keenam : Kemudian anak tersebut dibersihkan dengan dibasuh atau dimandikan dengan air sritaman, yaitu air yang dicampuri bunga-bunga : melati, mawar, kenanga dan kantil.
Ini merupakan pengharapan , dalam kehidupannya, anak ini nantinya harum namanya dan bisa mengharumkan nama baik keluarganya.
Ketujuh : Pada akhir upacara, bocah itu didandani dengan pakaian bersih dan bagus. Maksudnya supaya si anak mempunyai jalan kehidupan yang bagus dan bisa membuat bahagia keluarganya.
            Demikian, ritual tedhak siten telah selesai. Seluruh keluarga berbahagia dan berharap semoga Gusti memberikan berkahnya, supaya tujuan ritual  berhasil. Selanjutnya para hadirin dipersilahkan menyantap hidangan yang telah disediakan.

Hasil Wawancara (Verbatim)

A.    Identitas Subjek 1
1. Nama (Inisial)            : SL
2. Jenis Kelamin             : Laki-laki
3. Usia                           : 47
5. TTL                           : Pekalongan, 1 Oktober 1964
4. Suku                          : Jawa
5. Pendidikan                : SMA
6. Pekerjaan                  : Wirausaha
7. Agama                       : Islam
8. Hobi                           : Memancing
Pedoman Wawancara
Tanya     : Apa saja upacara adat Jawa Tengah yang anda rayakan bersama keluarga di Jakarta?
Jawab      : Upacara pernikahan , upacara kehamilan seperti saat tiga, lima, dan tujuh bulan.
Tanya   : Mengapa anda masih merayakannya walaupun sudah bermukim di Jakarta?
Jawab       : Karena keluarga dari JATENG juga banyak yang bermukim di Jakarta dan karena itu merupakan tradisi keluarga.
          Tanya       : Bagaimana prosesi dan gambaran upacara adat tersebut dilangsungkan?
Jawab       : Upacara pernikahan : Yang saya tahu yaitu ketika prosesi lamaran setelah itu di pingit. Kemudian dipingit sampai acara akad nikah. Kemudian ada prosesi pertemuan antara keluarga besar kedua belah pihak. Prosesi acaranya yaitu; yang pertama ketika resepsi, yaitu dengan sang suami menginjak telur mentah dan istri membersihkan kaki suami yang habis menginjak telur tersebut. Setelah itu upacara orang tua menggendong kedua mempelai dengan cara selendang yang dililitkan ke kedua mempelai kemudian di lingkarkan dan di pegang dan berjalan bersama orang tua wanita dengan menggunakan selendang tersebut. Setelah itu acara dulangi atau saling menyuapi antar kedua mempelai sebanyak 3 kali biasanya makan nasi ataupun potongan ayam goreng dan yang terakhir adalah sungkeman antara mempelai dan kedua orang tua.
Upacara kehamilan : Biasanya itu disebut mintoni. Prosesinya dilaksanakan pada kehamilan anak pertama itu dilaksanakan pada kehamilan usia 3, 5, 7 bulan yang bertujuan supaya bayi dan ibunya selamat dan sehat biasanya pas acara itu urutannya dengan siraman dan diadakan selamatan dengan di sediakan buah buahan dan kue-kuean.
Tanya   : Apa saja upacara khas Jawa Tengah yang dipakai ketika anda melangsungkan pernikahan?
          Jawab       : Sama seperti yang tadi sudah saya jelaskan sebelumnya.                     
Tanya   : Mengapa anda memasukkan tema tersebut ketika melangsungkan pernikahan?
Jawab       : Karena menurut saya itu merupakan suatu tradisi yang harus di lestarikan agar tradisinya tidak hilang.
Tanya       : Apa tanggapan anda mengenai pelestarian adat Jawa Tengah di tengah kehidupan kota Jakarta?
Jawab      : Sudah mulai berkurang karena kebanyakan orang sekarang ingin melaksanakan pernikahan dengan cara yang sederhana.
          Tanya       : Mengapa anda berpendapat demikian?
Jawab       : Karena upacara pernikahan Jawa Tengah tergolong ribet dan harus melalui berbagai prosesi yang cukup banyak.
          Tanya       : Apa yang anda ketahui mengenai tedak sinten?
Jawab       : Ya itu acara saat anak usia di bawah 1 taun secara garis besarnya untuk melihat bakat dari suatu anak misalnya ketika si anak disuruh memilih benda – benda yang ada di depannya kayak handphone , pulpen buku , dan lain – lain dari situ kita melihat ketertarikan si anak.
Tanya    : Menurut anda, Mengapa banyak orang Jawa Tengah yang hidup di Jakarta tidak mengetahui upacara adatnya sendiri?
Jawab       : Karena tradisi tersebut sudah mulai luntur dan ketika di Jakarta mereka hanya melaksanakan prosesi pernikahan secara sederhana.
          Tanya       : Bagaimana cara anda melestarikan budaya Jawa Tengah di Jakarta?
Jawab       : Ya dengan itu tadi dengan melaksanakan berbagai upacara adat yang berasal dari Jawa Tengah.
Tanya       : Apa saja pengaruh dari identitas Jawa Tengah pada diri anda dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat selama hidup di Jakarta?
Jawab       : Pengaruhnya ketika kita sedang berbincang-bincang dengan teman , bergaul dan saat makan.
          Tanya       : Mengapa anda merasakan hal tersebut?
       Jawab       : Karena untuk lebih menyesuaikan dengan kebudayaan yang ada di                   Jakarta.
Tanya       : Bagaimana pola pengasuhan anda terhadap anak-anak anda mengenai    kebudayaan Jawa Tengah?
Jawab       : Dengan mengajarkan anak sedikit bahasa Jawa agar anak mengerti bahasa kampung halamannya dan sering mengajaknya pulang kampung untuk lebih mengetahui secara langsung tata krama yang ada di Jawa Tengah.
            Tanya       : Mengapa pola asuh anda demikian?
Jawab       : Karena tata krama di Jawa Tengah itu mementingkan kesopansantunan agar anak mengerti tentang sopan santun.


B.     Identitas Subjek
1. Nama (Inisial)            : SS
2. Jenis Kelamin            : Laki-laki
3. Usia                           : 57
5. TTL                           : Rembang, 10 Oktober 1954
4. Suku                         : Jawa
5. Pendidikan                : S1
6. Pekerjaan                   : PNS
7. Agama                       : Islam
8. Hobi                           : Berkebun
Pedoman Wawancara
Tanya       : Apa saja upacara adat Jawa Tengah yang anda rayakan bersama keluarga di Jakarta?
Jawab       : Siraman sebelum melakukan pernikahan, sungkeman kepada yang lebih tua pada idul fitri atau acara-acara tertentu.
Tanya    : Mengapa anda masih merayakannya walaupun sudah bermukim di Jakarta?
           Jawab       : Karena tradisi keluarga turun-menurun.
          Tanya       : Bagaimana prosesi dan gambaran upacara adat tersebut dilangsungkan?
Jawab       : Ketika melakukan upacara pernikahan pengantin dipingit dahulu dan         tidak bertemu satu sama lainnya dan melakukan siraman untuk memperoleh doa restu. Malam sebelum pernikahan ada acara midodareni dimana calon pengantin pria berkunjung ke kediamana mempelai wanita tetapi tidak dipertemukan. Keesokannya melakukan sungkeman kepada orang tua. Kalau     idul fitri biasanya yang lebih muda sungkem atau meminta maaf dan meminta doa pada yang lebih tua.
Tanya       : Apa saja upacara khas Jawa Tengah yang dipakai ketika anda melangsungkan pernikahan?
Jawab       : Sama kayak yang tadi.
Tanya       : Mengapa anda memasukkan tema tersebut ketika melangsungkan pernikahan?
Jawab       : Karena saya percaya prosesi tersebut semata-semata bermaknaan doa untuk sang kedua mempelai.
Tanya       : Apa tanggapan anda mengenai pelestarian adat Jawa Tengah di tengah kehidupan kota Jakarta?
Jawab       : Bagus sih. Harusnya tradisi dari zaman dulu di pertahankan sampe sekarang walaupun sudah tidak berada di daerah setempat.
            Tanya       : Mengapa anda berpendapat demikian?
Jawab       : Harus dilestarikan karena merupakan warisan leluhur dan memiliki banyak makna.
            Tanya       : Apa yang anda ketahui mengenai tedak sinten?
            Jawab       : Saya gatau tentang prosesi itu.
 Tanya     : Menurut anda, Mengapa banyak orang Jawa Tengah yang hidup di Jakarta tidak mengetahui upacara adatnya sendiri?
 Jawab       : Karena mungkin disebabkan pola asuh orang tuanya yang tidak mengajarkan adat tersebut.
           Tanya       : Bagaimana cara anda melestarikan budaya Jawa Tengah di Jakarta?
            Jawab      : Dengan menerapkan pada kehidupan pada kehidupa sehari-hari.
 Tanya    : Apa saja pengaruh dari identitas Jawa Tengah pada diri anda dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat selama hidup di Jakarta?
  Jawab     : Pengaruhnya baik untuk diri saya. Contohnya pada masyarakat Jawa Tengah diajarkan nilai moral seperti kesabaran, harus selalu melihat kebawah, kalau makan tidak boleh sisa.
            Tanya       : Mengapa anda merasakan hal tersebut?
  Jawab       : Karena adat Jawa Tengah bagus untuk membentuk perilaku yang baik dalam bersosialisasi ataupun lingkungan.
 Tanya     : Bagaimana pola pengasuhan anda terhadap anak-anak anda mengenai kebudayaan Jawa Tengah?
 Jawab       : Saya mendidik anak saya dengan mengajari dan memberi contoh perilaku-perilaku yang ditanamkan orang tua saya berdasarkan adat Jawa Tengah.
          Tanya       : Mengapa pola asuh anda demikian?
Jawab       : Agar anak saya bisa lebih baik dari pada orang tuanya punya perilaku yang baik.

BAB III
ANALISIS
3.1 Analisis
Conformity adalah proses dimana seseorang mengubah perilakunya untuk menyesuaikan dengan aturan kelompok. Dapat juga diartikan sebagai perubahan pendapat atau perilaku seseorang sebagai hasil dari tekanan nyata atau imajinasi dari orang atau kelompok lain (Sternberg, 2001). Konformitas mengacu pada sikap mengalah seseorang pada tekanan sosial, baik nyata maupun yang dibayangkan (Dayakisni & Yuniardi, 2008; Matsumoto, 2008). Kiesler & Kiesler (Sarwono, 2005) mendefinisikan sebagai perubahan perilaku keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja.
Compliance adalah proses dimana seseorang mengikuti permintaan orang lain. Dapat juga diartikan sebagai menunjukkan perbuatan dan perilaku dari keyakinan yang diubah untuk mengikuti tujuan orang lain (Sternberg, 2001). Ketundukan atau compliance secara umum didefinisikan sebagai sikap mengalah orang pada tekanan sosial dalam kaitannya dengan perilaku sosial mereka, meski mungkin keyakinan pribadi mereka tidak berubah (Dayakisni & Yuniardi, 2008; Matsumoto, 2008). Compliance adalah konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju (Sarwono, 2005).
Obedience adalah proses dimana seseorang mengikuti perintah dari seseorang yang dirasa sebagai figur yang lebih berkuasa (Sternberg, 2001). Kepatuhan atau obedience merupakan salah satu bentuk ketundukan yang muncul ketika orang mengikuti suatu perintah langsung, biasanya dari seseorang dengan suatu posisi otoritas (Dayakisni & Yuniardi, 2008; Matsumoto, 2008).
Subjek pertama mengatakan bahwa alasannya masih tetap melaksanakan upacara-upacara adat Jawa Tengah di Jakarta adalah, “karena keluarga dari JATENG juga banyak yang bermukim di Jakarta dan karena itu merupakan tradisi keluarga.” Dimana hal ini menunjukkan adanya unsur conformity dan compliance yang mempengaruhi subjek melakukan hal tersebut. Seandainya keluarga dari JATENG yang bermukim di Jakarta sedikit, mungkin ceritanya akan lain. Subjek pertama dalam rangka melestarikan adat Jawa Tengah lebih terpusat kepada pencontohan yang merupakan bagian dari konformitas. Baik dalam kehidupan bersosialisasi maupun dalam hal pola asuh. Subjek pertama lebih moderat dan lebih menyesuaikan dengan kebudayaan di Jakarta sehingga mungkin pengaruh Jawa Tengahnya agak luntur. Meskipun begitu, pengetahuannya tentang upacara adat Jawa Tengah masih kental.
Sementara itu, subjek kedua dalam rangka melestarikan adat Jawa Tengah lebih terpusat kepada obedience (kepatuhan). Baik dalam kehidupan bersosialisasi maupun dalam hal pola asuh. Subjek kedua lebih konservatif dalam menanamkan nilai-nilai kebudayaan meskipun pengetahuannya tentang upacara adat Jawa Tengah tidak sebanyak subjek pertama. Pengaruh kebudayaan Jawa Tengah dalam membentuk kepribadian subjek masih kuat. subjek kedua menyatakan alasannya tetap melaksanakan upacara adat adalah karena tradisi turun-temurun, yang menunjukkan adanya pengaruh obedience dalam keputusannya melakukan upacara adat. Meskipun subjek hidup di lingkungan yang sedikit orang Jawa Tengahnya, kemungkinan besar subjek akan tetap mempertahankan tradisi upacara adat Jawa Tengahnya karena kepatuhannya terhadap leluhur (obedience).
Kesamaan dari subjek pertama dan subjek kedua adalah terletak kepada bentuk atribusi yang mempengaruhi kebiasaan, perilaku dan kepribadian mereka saat hidup di Jakarta. Keduanya menggunakan bentuk atribusi eksternal yaitu nilai adat kebudayaan Jawa Tengah. Atribusi eksternal adalah atribusi yang memandang penyebab perilaku berada di luar diri seseorang. Sedangkan atribusi internal adalah atribusi yang memandang bahwa penyebab perilaku ada dalam diri pelakunya; (Matsumoto, 2008). Sedangkan arti atribusi sendiri adalah penarikan kesimpulan atau inferensi yang diambil orang tentang apa yang menjadi penyebab suatu kejadian dan perilaku diri maupun orang lain (Dayakisni & Yuniardi, 2008; Matsumoto, 2008). Atribusi juga didefinisikan sebagai penjelasan mental yang menunjukkan penyebab perilaku seseorang, termasuk juga perilaku seseorang dalam membuat atribusi tersebut (Sternberg, 2001).



BAB IV
PENUTUP
4.1  Simpulan
Perilaku sosial manusia akan berbeda seiring budaya yang melatarbelakanginya. Budaya yang diperoleh manusia mempengaruhi pengalaman yang dicerminkan melalui perilaku mereka, cara berinteraksi dan bekerja dengan orang lain. Budaya suatu kelompok bahkan mengatur unsur-unsur dalam sistem sosial dan bagaimana cara individu berperilaku dalam lingkungan sosialnya.



DAFTAR PUSTAKA

Berry, J. W. et al. (1992). Cross-Cultural Psychology: Research and Application. Cambridge: Cambridge University Press.
Dayakisni, T., Yuniardi, S. (2008). Psikologi Lintas Budaya. Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
Matsumoto, D. (2008). Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarwono, S. W. (2005). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan. Jakarta: Balai Pustaka.
Sternberg, R. J. (2001). Psychology: In Search of the Human Mind. Orlando: Hartcourt     Publishers
http://www.jatengprov.go.id/?mid=tentang